Tuesday, March 16, 2010

Belajar Mendahulukan Tangan Kanan

Pembahasan yang sederhana, mungkin itu yang terbetik pada benak sebagian orang saat menyaksikan judul di atas. Sungguhpun sederhana, namun, jangan salah, ternyata sebagian orang masih saja keliru menerapkan penggunaan tangannya. Justru, pembahasan materi semacam ini akan kian memantapkan aspek keindahan dan kesempurnaan Islam yang telah dinyatakan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu”. [al-Mâidah/5:3]


A. Al-Qur`an Memuji Golongan Kanan

Al-Qur`an sebagai sumber hukum Islam menyebutkan penggolongan manusia
di akhirat kelak. Menariknya, ialah penggolongan umat manusia menjadi
dua golongan. Pertama, golongan yang menerima buku catatan amalnya
dengan tangan kanan. Golongan pertama ini sangat identik dengan
orang-orang baik, taat kepada Allah Azza wa Jalla, dan memperoleh
keselamatan, kebahagiaan, kenikmatan dan keberuntungan di akhirat
kelak. Saking gembiranya atas hasil catatannya yang baik, mereka
berkemauan memperlihatkannya kepada orang lain. Allah Azza wa Jalla
berfirman:

“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah
kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”.
[al-Hâqqah/69:19]

Dan kedua, golongan yang menerimanya dengan tangan kiri. Mereka ini
kumpulan orang yang dirundung kesedihan dan perasaan hancur karena
buruknya catatan yang terkandung di buku amalan mereka. Allah Azza wa
Jalla berfirman:

“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya dari sebelah kirinya, maka
dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku
kitabku (ini)”. [al-Hâqqah/69:25]

Syaikh al-’Utsaimin rahimahullah mengkiaskan kejadian di atas dengan
peristiwa pada hari penerimaan rapot anak-anak di sekolah. Dapat
disaksikan bila siswa menerima rapot dengan hasil baik (lulus ujian),
maka ia akan memamerkannya kepada teman-teman dan kaum kerabatnya.
Berbeda dengan siswa yang tidak lulus, maka ia akan berandai-andai agar
tidak pernah menerima rapot, apalagi sampai melihatnya.[1]

B. Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Menyukai Menggunakan Tangan Kanan Untuk Perkara-Perkara Baik

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh bagi
umatnya agar mendahulukan tangan kanan (bagian anggota tubuh sebelah
kanan) dalam perkara-perkara baik atau penting. Sementara tangan kiri,
beliau menggunakannya untuk hal-hal yang bersangkut-paut dengan yang
kotor-kotor atau najis. Demikianlah garis besar kaidah dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha menceritakan
perihal kaidah itu:

“Bahwa tangan kanan Rasulullah dipergunakan dalam bersuci dan makan.
Adapun tangan kiri, dipakai untuk membersihkan bekas kotoran dari buang
hajat dan perkara-perkara yang najis (najis)” [Hadits shahih riwayat
Abu Dawud]

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Disunnahkan menggunakan tangan
kanan dalam perkara-perkara yang mengandung segi kemuliaan. Dan
sebaliknya, menggunakan tangan kiri dalam urusan yang mengandung
kejelekan”[2]

C. Perincian Penggunaan Tangan Kanan Atau Mendahulukan Anggota Tubuh Sebelah Kanan Dalam Riwayat Hadits:

1. Bersuci
Dasarnya, hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang diriwayatkan Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim, ia berkata:

“Nabi lebih menyukai menggunakan sebelah kanan dalam urusan-urusan beliau; dalam mengenakan sandal, menyisir dan besuci”

Maksudnya, dalam bersuci (berwudhu atau mandi besar) terlebih dahulu
mendahulukan tangan kanan dan kaki kanannya (atau anggota tubuh bagian
kanan). Demikian pula dalam menyisir rambut, beliau memulai dari sisi
kanan. Dalam menggunakan sandal pun, beliau memulainya dengan kaki
kanan.[3]

Dalam hadits lain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika kalian akan mengenakan pakaian dan berwudhu, mulailah dengan
sebelah kanan kalian” [HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dengan sanad
shahih]

Adapun dua telinga dihitung satu anggota tubuh, karena masuk dalam
bagian kepala yang dibasuh sekaligus, tanpa mempertimbangkan bagian
kanan atau kirinya.[4]

2. Memandikan Jenazah
Disebutkan dalam riwayat, kaum wanita menghadiri pemandian jenazah
putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Zainab. Rasulullah
berkata kepada mereka:

“Mulailah dengan anggota-anggota badan sebelah kanan” [Muttafaqun ‘alaih]

Maksudnya, mendahulukan tangan kanan daripada tangan kiri, kaki kanan daripada kaki kiri, sisi kanan ketimbang sisi kiri

3. Makan Dan Minum
Pada masalah ini, ketegasan penggunaan tangan kanan dari Rasulullah
telah dilupakan oleh sebagian kaum Muslimin. Sementara orang lebih
mengedepankan tangan kiri, entah untuk mengambil makanan, gorengan
misalnya, dan lantas menyantapnya, maupun saat menegukkan air dari
sebuah gelas ke mulut.

Menggunakan tangan kiri untuk makan dan minum termasuk kebiasaan
makhluk terlaknat, setan. Dan kaum Muslimin diperintahkan menjauhi
perilaku dan langkah-langkah makhluk sumber keburukan itu. Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan:

“Jika salah seorang dari kalian akan makan, hendaknya makan dengan
tangan kanan. Dan apabila ingin minum, hendaknya minum dengan tangan
kanan. Sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan
tangan kirinya” [HR. Muslim]

Syaikh al-‘Utsaimîn rahimahullah mengatakan, bila Anda melihat dua
orang, salah satu dari mereka makan dan minum dengan tangan kanan dan
yang lain menggunakan tangan kirinya, maka orang pertama sedang
menjalankan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang kedua
berada di atas petunjuk setan. Apakah ada seorang Muslim yang berkenan
mengikuti petunjuk setan dan mengesampingkan petunjuk Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.?[5]

Karenanya, Syaikh al-‘Utsaimîn rahimahullah berpesan, orang tua wajib
mengajari anak-anaknya agar makan dan minum dengan tangan kanan

4. Mencukur Rambut
Sehubungan dengan mencukur rambut, terdapat petunjuk Rasulullah untuk
meminta tukang cukur agar memulai pengguntingan rambut dari sebelah
kanan kepala.

Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam (dalam musim haji) pergi ke Mina. Kemudian beliau melontar
jumrah. Setelah itu, kembali ke tempat beliau menginap di Mina dan
menyembelih hewan onta. Kemudian, berkata kepada tukang cukur, “Ambil
sini (dulu). Beliau menunjuk bagian kanan kepala dan dilanjutkan dengan
bagian kiri kepala….[Muttafaqun 'alaih]

5. Menyisir Rambut
Rambut Rasulullah kadang-kadang sampai cuping telinga. Terkadang juga
rambut beliau sampai mengenai pundak. Dengan rambut seperti ini, beliau
selalu memperhatikan kebersihan dan keindahannya. Beliau menyisir dan
meminyakinya sehingga tampak bersih dan indah. Tidak kotor terkena debu
atau malah menjadi sarang kutu hingga mengakibatkan rambut menjadi
menjijikkan.

Dalam menyisir dan meminyaki rambut, beliau memulainya dari sebelah
kanan. Hal ini sesuai dengan kandungan hadits ‘Aisyah Radhiyallahu
‘anha:

“Rasulullah lebih menyukai menggunakan sebelah kanan dalam
urusan-urusan beliau; dalam bersuci, menyisir dan mengenakan sandal”
[HR. al-Bukhari Muslim]

6. Mengenakan Baju (Pakaian)
Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Jika kalian akan mengenakan pakaian dan berwudhu, mulailah dengan
sebelah kanan kalian” [HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dengan sanad
shahih]

7. Memakai Sandal (Sepatu)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.

“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Jika
salah seorang dari kalian akan mengenakan sandal, hendaknya memulai
dengan kaki kanannya. Dan apabila akan melepasnya, hendaknya memulai
dengan kaki kirinya…” [Muttafaqun alaihi]

Selain hal-hal di atas, masih banyak perkara yang mesti dikerjakan
dengan tangan kanan. Imam an-Nawawi rahimahullah telah menjelaskan
secara mendetail dalam kitab Riyâdhush Shâlihin. Perkara-perkara itu
adalah mengenakan celana, memasuki masjid, bersiwak, bercelak, memotong
kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, berjabat tangan, memegang
Hajar Aswad, menyerahkan dan menerima sesuatu, keluar dari kamar mandi
dan lain sebagainya.[7]

8. Menggunakan Tangan Kiri
Telah berlalu riwayat dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan tangan kiri pada
perkara-perkara yang mengandung kotoran. Syaikh Salim al-Hilali
mengatakan: “Tangan kiri tidak dipergunakan kecuali pada
perkara-perkara yang menjijikkan dan perbuatan-perbuatan yang tidak
mengandung unsur kemuliaan.[8]

Alasan penggunaan tangan kiri dalam masalah-masalah kotor ini dalam
rangka memuliakan tangan kanan. Sebab tangan kanan lebih afdhal
ketimbang tangan kiri.[9]

Dalam syariat telah diatur, bahwa istinja’ (menggunakan air dalam
bersuci dari buang hajat), istijmâr (bersuci dari buang hajat dengan
bebatuan) dilakukan dengan tangan kiri. Sahabat Salmân al-Fârisi
Radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

“Rasulullah melarang kami menghadap kiblat saat buang air besar,
kencing dan melarang kami melakukan istinja` dengan tangan kanan… “
[HR. an-Nasâi]

Penggunaan tangan kiri, menurut Imam an-Nawawi rahimahullah juga
dilakukan saat seseorang akan membuang ingusnya. Arah kiri pun
seyogyanya dipilih oleh seseorang untuk membuang ludahnya. Dan ketika
seeorang keluar dari kamar mandi (toilet), atau masjid, kaki kiri lah
yang didahulukan. Sementara persoalan melepas sandal, sepatu, celana
dan pakaian, juga dengan mendahulukan tangan atau kaki kiri.[10]


D. Mengenakan Jam Tangan
Sebagian orang beranggapan, pemakaian jam tangan lebih baik di tangan
kanan. Dalih mereka, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyukai sebelah kanan. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Sebab,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu terkadang mengenakan
cincin di tangan kiri. Dan arloji mengandung sisi kemiripan dengan
cincin. Atas dasar itu, Syaikh al-‘Utsaimin memandang permasalahan ini
longgar. Tidak pengutamaan memakai tangan kanan daripada tangan kiri.
Bisa dipakai di tangan kanan atau kiri. Tidak ada masalah.[11]


E. Penutup

Seorang Muslim telah memiliki identitas diri yang mulia karena segala
tindak tanduknya berlandaskan pada ajaran Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau mengajak umat menuju kepada
kesempurnaan adab. Tidak sepatutnya perkara-perkara semacam ini
disepelekan. Sebab, bagaimanapun, itu semua bagian dari agama Islam.
Wallahu a’lam.

Referensi:
-Syarhu Riyâdhish Shâlihîn, Syaikh Muhammad al-‘Utsaimîn, Madârul Wathan, Cetakan tahun 1425 H
-Bahjatun Nâzhirin Syarhu Riyâdhish Shâlihîn, Syaikh Salîm al-Hilâli, Dar Ibnil Jauzi Cet. VIII Th. 1425

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XII/1430H/2009.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________

0 comments:

ADI WINZ blogZ © 2010.